Menuju Arafah dari Jabal Tsaur biasanya banyak orang menyambung cerita kisah penghijrahan Rasulullah SAW dan Saiyidina Abu Bakar As Siddiq. Kisah yang sangat menyentuh hati kita ialah peristiwa Suraqah bin Malik. Bagaimana kisahnya?!
Rasa kecewa, marah dan putus asa berkecamuk dalam dada para pembesar Quraisy. Mereka gagal menghalang langkah Rasulullah SAW dan Saiyidina Abu Bakar RA yang berhijrah ke Yasrib. Padahal mereka sudah mengepung rumah Rasulullah SAW, bahkan sudah sampai di pintu Gua Tsaur, tempat persembunyian Rasulullah SAW dan sahabatnya, As Siddiq. Akhirnya mereka memutuskan membuat tawaran untuk menangkap keduanya. Agar tidak terlalu berat menanggung malu, tawaran itu diumumkan ke seluruh kabilah yang banyak di sepanjang jalan antara Makkah dan Yasrib.
“Barang siapa yang berhasil membawa Muhammad, hidup atau mati, maka baginya seratus ekor unta betina yang hampir beranak.” Begitulah pengumuman mereka.
Dengan segera berita itu tersebar ke mana-mana. Tak terkecuali ke Madlaj, kampung kecil di pinggiran kota Makkah. Ketika utusan dari Makkah datang membawa berita tawaran itu, beberapa penduduk kampung itu sedangberbincang bincang di tempat pertemuan biasa di kampung itu. Mendengar pengumuman itu, seorang pemuda bernama Suraqah bin Malik Al Madlaji sangat tertarik. Dia bertekad merebut hadiah besar itu. Rasa tamak mendorongnya ingin memenangkan tawaran itu sendirian. Kerana itu, ia tidak memceritakan rencananya kepada orang lain.
Kebetulan, ada seorang lelaki datang ke tempat pertemuan warga kampung itu. Dia bercerita bahwa baru saja dia bertemu dengan tiga orang musafir. Dia merasa, ketiga orang itu adalah Muhammad, Abu Bakar dan seorang penunjuk jalan.
“Tidak mungkin!” bantah Suraqah. “Mereka adalah Bani Fulan yang tadi lalu di sini untuk mencari unta mereka yang hilang,” kata Suraqah untuk menarik perhatian mereka.
“Mungkin saja,” kata yang lain mengiyakan Suraqah. Cerdik Suraqah, siasatnya tak menimbulkan kecurigaan orang-orang kampung itu. Ketika mereka beralih membicarakan isu yang lain, diam-diam Suraqah menyelinap keluar. Ia bergegas pulang. Sampai di rumah, ia menyuruh budaknya menyiapkan kuda dan membawanya ke sebuah lembah yang telah ditentukan dan menambatkannya di sana.
“Keluarlah dari pintu belakang. Hati-hati, jangan sampai dilihat orang! Siapkan juga senjataku,” perintah Suraqah.
Beberapa saat kemudian, Suraqah pergi menyusul. Setelah berjumpa dengan budaknya, segera ia mengenakan baju besi, menyandang pedang dan memasang pelana. Kemudian dia menunggang kudanya selaju-lajunya. Dalam fikirannya terbayang seratus ekor unta akan berada dalam genggamannya.
Suraqah bin Malik terkenal sebagai penunggang kuda yang handal. Sosok badannya tinggi besar, pandangan matanya tajam. Sangat sesuai menjadi pakar pencari jejak. Tidak ada jalan yang sulit baginya. Apalagi kudanya tangkas dan terlatih baik.
Suraqah terus menunggang laju kudanya. Tanpa diduga, tiba-tiba kaki kudanya tersandung sesuatu lalu Suraqah pun jatuh terguling. “Celaka kau kuda!” katanya menyumpah kesal.
Tanpa mempedulikan rasa sakit, ia melompat lagi ke atas kudanya dan terus menunggangnya. Baru beberapa langkah, kudanya terjatuh lagi. Suraqah merasa semakin kesal tetapi. Belum pernah ia mengalami kejadian seperti ini. Sempat terdetik di hatinya untuk kembali saja ke kampungnya. Tapi cita-citanya untuk memiliki seratus ekor unta membakar semangatnya untuk menunggang kembali kudanya.
Tiba-tiba dada Suraqah berombak. Berdebar tetapi gembira. Kegembiraan yang luar biasa menguasai hatinya. Tidak begitu jauh di depan, dia melihat tiga orang sedang berjalan. Dia yakin mereka adalah targetnya. Perlahan-lahan ia mendekati mereka. Bila sampai dalam jarak yang sangat dekat, tangannya bergerak mengambil busur. Kuasa Tuhan mengatasi segalanya. Mukjizat Rasulullah berlaku, tiba-tiba tangannya menjadi kaku, sedikitpun tak dapat digerakkan. Kaki kudanya terbenam pasir. Debu-debu berterbangan di sekitarnya, membuat matanya kabur dan tak dapat melihat. Dicobanya memaksa kudanya tetapi sia-sia saja. Kaki kudanya tertanam di padang pasir seakan dipasak. Dalam keadaan panik, Suraqah akhirnya menjerit,
“Tolong,tolong berdoalah kepada Tuhan kalian, supaya Dia melepaskan kaki kudaku. Aku berjanji tidak akan mengganggu kalian!”
Rasulullah menoleh, tersenyum, dan berdoa. Sungguh menakjubkan, kaki kuda Suraqah bebas dari cengkaman pasir. Suraqah merasa heran dan kagum. Namun rasa tamak yang telah menguasai dirinya membuatkan ia melupakan janjinya. Secara tiba-tiba ia melaju ke depan untuk mengejar Rasulullah SAW . Malang baginya, kaki kudanya terbenam lagi, bahkan lebih parah dari yang pertama. Rasa takut menguasai hatinya. Ia segera memohon belas kasihan kepada Rasulullah SAW.
“Ambillah bekalanku, harta, dan senjataku. Aku berjanji, demi Allah, tidak akan mengganggu kalian lagi,” ucap Suraqah.
“Kami tidak membutuhkan hartamu. Jika kamu menyuruh setiap orang yang hendak mengejar kami supaya kembali, itu sudah cukup bagi kami,” jawab Rasulullah SAW. Rasulullah lantas berdoa, dan bebaslah Suraqah dan kudanya.
“Demi Tuhan, saya tidak akan mengganggu tuan-tuan lagi. Aku akan menyuruh setiap orang yang berusaha mengejar kalian supaya pulang nanti,” janji Suraqah seraya berbalik untuk pulang.
“Apa yang engkau kehendaki dari kami?” tanya Rasulullah SAW.
“Demi Allah, wahai Muhammad, saya yakin agama yang engkau bawa akan menang dan kekuasaan engkau akan tinggi. Berjanjilah padaku, apabila aku datang menemuimu nanti, sudilah engkau bermurah hati padaku untuk menerimaku.”
“Hai Suraqah, bagaimana jika pada suatu waktu engkau memakai gelang kebesaran Kisra?” tanya Rasulullah SAW.
“Gelang kebesaran Kisra bin Hurmuz?” cetus Suraqah hairan.
“Ya, gelang kebesaran Kisra bin Hurmuz!”
“baiklah Tuliskanlah itu untukku.”
Rasulullah menyuruh Saiyidina Abu Bakar RA menulis pada sepotong tulang, lalu beliau memberikan tulang itu kepada Suraqah.
Setelah yakin Rasulullah dapat meneruskan perjalanannya dengan aman, Suraqah kembali pulang. Di tengah jalan ia berpesan kepada orang-orang yang hendak mengejar Rasulullah SAW. “Kembalilah kalian semuanya! Telah kuperiksa seluruh tempat dan jalan-jalan yang mungkin dilaluinya. Namun aku tidak menemukan Muhammad ! dan kalian semua tidak seahli aku dalam mencari jejak!” Jerit Suraqah kepada mereka.
Dengan kecewa, orang-orang itu membatalkan niatnya. Sementara Suraqah tetap merahsiakan pertemuannya dengan Rasulullah SAW. Setelah ia yakin benar Rasulullah SAW telah tiba di Madinah, barulah ia membuka rahsia itu. Mendengar cerita Suraqah, Abu Jahal tersangat marah dan menjerit, “Pengecut! Tak tahu malu! Engkau benar-benar bodoh!” teriak Abu Jahal.
“Hai Abul Hakam! Demi Allah, kalaulah engkau mengalami peristiwa yang kualami ketika kaki kudaku terbenam ke dalam pasir, engkau akan yakin dan tak akan ragu sedikit pun, bahwa Muhammad itu benar-benar utusan Allah. Baiklah, siapa yang sanggup menentangnya, silakan!” sahut Suraqah tak mau mengalah.
Hari terus berganti.
Sepuluh tahun kemudian, Rasulullah yang dulunya meninggalkan kampung halamannya kini berhasil menaklukan kota Mekah, kota kelahirannya. Saat itulah, para pembesar Quraisy yang selama ini memusuhinya, datang menghadap dengan kepala tunduk. Rasa takut dan cemas memenuhi hati mereka. Keinginan mereka hanya satu: Mohon belas kasihan dan mengharapkan ampunan Rasulullah SAW dan menyakini baginda bukanlah pendendam, karenanya mereka semua dilepas dan dimaafkan. “Pergilah, kalian semua bebas,” ucap Rasulullah.
Beberapa saat kemudian, datang seorang lelaki dengan menunggang kuda. Ia ingin sekali menemui Rasulullah SAW. Lelaki itu adalah Suraqah yang ingin menyatakan imannya di hadapan Rasulullah SAW langsung. Tidak lupa dia membawa sepotong tulang bertuliskan perjanjian Rasulullah SAW kepadanya sepuluh tahun yang lalu. Suraqah berhasil menemui Rasulullah SAW di Ja’ranah, di perkemahan pasukan berkuda bersama kaum Ansar. Tetapi orang-orang yang ada di sekeliling perkemahan itu tidak mengizinkan Suraqah untuk menghampiri baginda.
“Berhenti! Berhenti! Hendak ke mana engkau?” Halang mereka.
Suraqah diam saja. Pukulan dan usaha para sahabat untuk menghalanginya tidak dihiraukan. Ia terus melaju sehingga dekat dengan Rasulullah SAW yang sedang duduk di atas unta. Saat itupun Rasulullah SAW melihatnya, Suraqah segera mengangkat tulang yang dipegangnya.
“Wahai Rasulullah, saya Suraqah bin Malik. Dan inilah tulang bertuliskan perjanjian engkau kepadaku dahulu.”
“Mari ke sini wahai Suraqah! Hari ini adalah hari menepati janji!” sahut Rasulullah SAW.
Di hadapan Rasulullah, Suraqah mengikrarkan keislamannya. Tak lama kemudian, hanya dalam waktu lebih kurang sembilan bulan sesudah keislamannya, Rasulullah SAW kembali menemui ilahi. Semua sahabat bersedih, begitu Suraqah. Bayangan masa lalunya muncul, ketika ia hendak membunuh Rasulullah SAW yang mulia, hanya karena tamakkan seratus ekor unta. Sedangkan sekarang andaikata seluruh unta di muka bumi dikumpulkan untuknya, tiadalah berharga dibanding ujung kuku . Tanpa disedarinya, dia mengulangi ucapan Rasulullah SAW kepadanya,
“Bagaimana, hai Suraqah, jika engkau memakai gelang kebesaran Kisra?”
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, umat Islam dipimpin oleh Saiyidina Abu Bakar As Siddiq. Tetapi, hingga Saiyidina Abu Bakar wafat Suraqah belum memperolehi janji Rasulullah SAW kepadanya karena memang persia belum ditakluki. Namun Suraqah tidak pernah ragu, suatu waktu janji itu pasti terbukti. Ya, diakhir zaman Khalifah Saiyidina Umar bin Khattab, tentera Islam berhasil menaklukan kerajaan Persia.
Beberapa utusan panglima Sa’ad bin Abi Waqqash yang telah menakluk Persia tiba di Madinah. Selain melaporkan kemenangan-kemenangan yang dicapai tentera Muslim, mereka juga menyimpan seperlima harta rampasan perang yang diperolehi selama mereka berjuang menegakkan kalimatullah.
Khalifah Umar terpegun melihat timbunan rampasan perang itu. Ada mahkota raja-raja, pakaian kebesaran kerajaan bersulam, dan lain-lain harta benda yang sangat indah. Khalifah mengais ngais timbunan harta itu dengan tongkatnya. Kemudian berpaling kepada orang-orang yang berada di sekitarnya lalu berkata, “Alangkah jujurnya orang-orang yang menyimpan semua ini.”
Ali bin Abi Thalib yang turut ada ketika itu menyahut, “Wahai Amirul Mukminin, oleh kerana engkau jujur maka rakyat pun jujur juga. Tetapi jika engkau khianat, maka rakyat akan khianat pula.”
Ketika itu, Khalifah Umar mengambil dua gelang kebesaran Kisra dan menyerahkannya kepada Suraqah bin Malik. Saat itulah Suraqah teringat kembali janji Rasulullah kepadanya. Setelah menanti sekian lama, janji itu terbukti akhirnya...
Related Article:
0 comments:
Posting Komentar