Oleh : Imam Taqiyuddin an-Nabhani
Dari segi istilah terdapat perbedaan antara Hadharah dan Madaniyah. Hadharah adalah sekumpulan mafahim (ide yang dianut dan mempunyai fakta) tentang kehidupan. Sedangkan Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Hadharah bersifat khas, sesuai dengan pandangan hidup. Sementara madaniyah boleh bersifat khas, boleh pula bersifat umum untuk seluruh umat manusia. Bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah, seperti patung, termasuk madaniyah yang bersifat khas. Sedangkan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh kemajuan sains dan perkembangan teknologi/industri tergolong madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini tidak dimiliki secara khusus oleh suatu umat tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains dan teknologi/industri.
Perbedaan antara hadharah dengan madaniyah harus
selalu diperhatikan, sama perhatiannya terhadap perbedaan antara
bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari suatu hadharah dengan
bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh sains dan
teknologi/industri. Hal ini amat penting pada saat kita akan mengambil
madaniyah, agar kita dapat membedakan bentuk-bentuknya atau agar dapat
membedakannya dengan hadharah. Jadi, bentuk-bentuk madaniyah Barat yang
lahir dari sains dan teknologi/industri, tidak ada larangan bagi kita
untuk mengambilnya, akan tetapi madaniyah Barat yang dihasilkan dari
hadharah-nya, jelas tidak boleh kita ambil, sebab kita tidak boleh
mengambil hadharah Barat disebabkan jelas-jelas bertentangan dengan
hadharah Islam, baik dari segi asas dan pandangannya terhadap kehidupan,
mahupun dari erti kebahagiaan hidup bagi manusia.
Hadharah Barat berdiri atas dasar pemisahan agama
dari kehidupan dan pengingkaran terhadap peran agama dalam kehidupan,
yang berakibat munculnya faham sekuler, yaitu pemisahan agama dari
urusan negara --suatu hal yang wajar bagi mereka yang memisahkan agama
dari kehidupan dan mengingkari keberadaannya dalam kehidupan. Diatas
dasar inilah mereka tegakkan sendi-sendi kehidupan beserta
peraturan-peraturannya.
Konsep kehidupan menurut mereka adalah
manfaat/maslahat semata-mata, Oleh kerana itu, manfaat menjadi ukuran
bagi setiap perbuatan mereka. Manfaat merupakan dasar tegaknya sistem
dan hadharah Barat. Dari sinilah manfaat menjadi faham yang menonjol
dalam sistem dan hadharah ini. Menurut mereka, kehidupan ini hanya
digambarkan dalam kerangka manfaat semata-mata. Adapun kebahagian mereka
ertikan sebagai usaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin kenikmatan
jasmani, serta tersedianya seluruh sarana kenikmatan tersebut.
Dengan demikian hadharah Barat tidak lain adalah
hadharah yang dibangun atas mashlahat saja, sehingga tidak ada nilai
lain selain manfaat. Mereka tidak mengakui apapun selain manfaat, yang
juga mereka jadikan sebagai ukuran bagi setiap perbuatan. Akan halnya
aspek kerohanian, maka aspek ini menjadi urusan peribadi yang tidak ada
hubungannya dengan masyarakat dan terbatas hanya pada lingkungan gereja
serta para gerejawan. Oleh kerana itu, dalam hadharah Barat tidak
terdapat nilai-nilai moral, rohani, dan kemanusiaan. Yang ada hanyalah
nilai-nilai materi dan manfaat semata. Atas dasar inilah segala
aktivitas kemanusiaan diambil alih oleh organisasi-organisasi yang
berdiri sendiri di luar pemerintahan, seperti organisasi Palang Merah
dan missi-missi zending. Seluruh nilai-nilai telah tercabut dari
kehidupan kecuali nilai materi semata, yaitu memperoleh keuntungan. Dari
sini jelas bahwa hadharah Barat itu sebenarnya adalah himpunan dari
mafahim tentang kehidupan sebagaimana yang diuraikan di atas.
Adapun hadharah Islam, adalah hadharah yang berdiri
di atas suatu landasan yang bertentangan dengan landasan hadharah Barat.
Pandangannya tentang kehidupan dunia juga berbeda dengan yang dimiliki
oleh hadharah Barat. Demikian pula erti kebahagiaan hidup menurut Islam
sangat berlawanan dengan arti kebahagiaan hidup menurut hadharah Barat.
Hadharah Islam berdiri atas dasar iman kepada Allah
SWT, dan bahwasanya Dia telah menjadikan untuk alam semesta, manusia,
dan hidup ini suatu aturan yang masing-masing harus mematuhinya,
disamping telah mengutus junjungan kita Nabi Muhammad SAW dengan membawa
agama Islam. Dengan kata lain, hadharah Islam berdiri di atas dasar
aqidah Islam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab suci-Nya, Hari Kiamat, serta kepada qadla
dan qadar baik buruknya dari Allah SWT. Jadi, aqidahlah yang menjadi
dasar bagi hadharah ini. Dengan demikian hadharah ini berlandaskan suatu
asas yang memperhatikan ruh (yaitu hubungan manusia dengan Pencipta).
Mengenai konsep kehidupan menurut hadharah Islam,
sesungguhnya dapat dilihat dalam falsafah Islam yang lahir dari aqidah
Islam serta yang menjadi dasar bagi kehidupan dan perbuatan manusia di
dunia. Falsafah tersebut adalah penggabungan materi dengan ruh, atau
dengan kata lain menjadikan semua perbuatan manusia agar berjalan sesuai
dengan perintah Allah dan larangan-Nya. Falsafah inilah yang menjadi
dasar pandangannya tentang kehidupan. Sebab pada hakekatnya amal
perbuatan manusia adalah materi, sedangkan kesadaran manusia akan
hubungannya dengan Allah pada saat ia melakukan perbuatan tersebut,
ditinjau dari halal-haram-nya perbuatan, adalah ruh. Dengan demikian
terjadilah penggabungan antara materi dengan ruh. Atas dasar inilah,
maka jalur perbuatan seorang muslim adalah perintah Allah dan
larangan-Nya. Sedangkan tujuan mengarahkan amal perbuatan agar berjalan
di atas jalur perintah Allah dan larangan-Nya adalah keridlaan Allah
semata, sama sekali bukan manfaat.
Sedangkan maksud dilakukannya suatu perbuatan adalah
nilai yang senantiasa diupayakan manusia tatkala dia melakukan suatu
perbuatan. Nilai ini tentu saja berbeda-beda tergantung dari jenis
perbuatannya. Adakalanya nilai itu bersifat materi, seperti misalnya
orang yang berdagang dan bermaksud mencari keuntungan. Perbuatan
dagangnya itu merupakan amal perbuatan yang bersifat materi, sedangkan
yang mengendalikan perbuatan dagangnya adalah kesadarannya akan hubungan
dirinya dengan Allah, sesuai dengan perintah dan larangan-Nya kerana
mengharap ridla Allah. Adapun nilai yang ingin diperoleh dari aktivitas
dagangnya adalah keuntungan, yang merupakan nilai materi.
Kadang-kadang nilai suatu perbuatan itu bersifat
kerohanian, misalnya Shalat, Zakat, Shaum atau Haji. Ada pula yang
bersifat moril, seperti jujur, amanah atau tepat janji. Atau dapat juga
bersifat kemanusiaan, misalnya menyelamatkan orang yang tenggelam atau
menolong orang yang berduka. Nilai-nilai semacam ini senantiasa
diusahakan manusia untuk dapat terwujud saat ia melakukan perbuatan.
Hanya saja nilai-nilai itu bukanlah penentu suatu perbuatan dan bukan
pula tujuan utama dilakukannya perbuatan, melainkan hanya sekedar nilai
perbuatan yang berbeda-beda tergantung dari jenis perbuatan.
Adapun kebahagiaan hidup menurut Islam adalah
mendapatkan keridlaan Allah SWT, bukannya memuaskan keperluan-keperluan
jasmani manusia. Sebab, pemuasan semua keperluan manusia baik yang
bersifat jasmani mahupun naluri merupakan sarana mutlak untuk menjaga
kelangsungan hidup manusia, namun tidak menjamin adanya kebahagiaan.
Inilah pandangan hidup menurut Islam, dan inilah
dasar bagi pandangan tersebut, yang menjadi asas bagi hadharah Islam,
yang sangat berlawanan dengan hadharah Barat. Begitu pula halnya dengan
bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah Islam yang
jelas-jelas bertentangan dengan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan
dari hadharah Barat.
Sebagai contoh, lukisan adalah sebuah bentuk
madaniyah. Kebudayaan Barat menganggap bahwa lukisan perempuan telanjang
yang menampilkan seluruh keindahan tubuh sebagai bentuk madaniyah yang
sesuai dengan faham kehidupannya terhadap wanita. Oleh kerana itu, orang
Barat memandangnya sebagai bentuk madaniyah yang bersifat seni yang
sakral jika memenuhi syarat-syarat seni. Namun bentuk madaniyah semacam
ini bertentangan dengan hadharah Islam dan berlawanan dengan
pandangannya terhadap wanita, yaitu sebagai suatu kehormatan yang wajib
dijaga. Islam melarang lukisan semacam ini, kerana akan merangsang
syahwat biologis lelaki/wanita yang berasal dari naluri melestarikan
jenis manusia dan dapat menyebabkan kebejatan akhlak.
Contoh lain apabila seorang muslim hendak mendirikan
rumah yang merupakan salah satu bentuk madaniyah, maka ia akan membangun
rumahnya sedemikian rupa agar jangan sampai aurat wanita penghuni rumah
mudah terlihat oleh orang luar, misalnya dengan mendirikan pagar di
sekeliling rumahnya. Lain halnya dengan orang-orang Barat, tentu mereka
tidak memperhatikan hal-hal semacam ini sesuai dengan hadharah-nya.
Begitu pula halnya dengan seluruh bentuk madaniyah
yang dihasilkan dari hadharah Barat seperti misalnya patung dan
sejenisnya. Demikian juga dengan pakaian, apabila memiliki ciri khas
bagi orang-orang kafir yang disebabkan kerana kekufuran mereka, maka
tidak boleh dipakai oleh orang muslim (seperti baju pendeta, baju padri
kristian, dan lain-lain, pent.). Sebab, pakaian semacam ini menyandang
pandangan hidup tertentu. Akan tetapi apabila tidak demikian, yakni jika
telah menjadi kebiasaan dalam berbusana dan tidak dianggap sebagai
pakaian khusus orang kafir melainkan hanya dipakai untuk sekedar
memenuhi keperluan atau pemanis busana, maka dalam hal ini pakaian
tersebut termasuk dalam jenis bentuk-bentuk madaniyah yang bersifat umum
dan boleh dikenakan.
Adapun bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh
sains dan teknologi/industri seperti alat-alat laboratorium, alat-alat
kedokteran, mesin-mesin industri, perabotan rumah tangga, permadani, dan
sebagainya. Semua ini merupakan bentuk-bentuk madaniyah yang bersifat
universal, sehingga boleh kita ambil tanpa khawatir terhadap sesuatu.
Sebab, bentuk-bentuk ini tidak dihasilkan dari hadharah serta tidak ada
hubungan dengan hadharah.
Dengan melihat selintas saja pada hadharah Barat yang
berkuasa di dunia dewasa ini, maka kita dapati bahwa hadharah ini tidak
mampu menjamin ketenangan dan ketenteraman manusia. Malah sebaliknya,
hadharah ini telah menyebabkan kesengsaraan yang diderita oleh seluruh
dunia. Hadharah yang dasarnya memisahkan agama dari kehidupan, yang
bertentangan dengan fitrah manusia, dan tidak memandang aspek spritual
sedikit pun dalam kehidupan umum, memandang bahwa kehidupan dunia
sebagai manfaat belaka, serta menjadikan hubungan sesama manusia
berdasarkan pada manfaat saja. Hadharah semacam ini tidak menghasilkan
apa-apa selain kesengsaraan dan keresahan yang terus-menerus. Sebab,
selama manfaat dijadikan asas, akan mengakibatkan perselisihan dan baku
hantam dalam memperebutkannya serta membina hubungan sesama manusia
dengan mengandalkan kekuatan, menjadi sesuatu yang wajar.
Oleh kerana itu, penjajahan merupakan hal yang wajar
bagi penganut hadharah ini. Akhlak pun menjadi guncang. Sebab, hanya
manfaat saja yang tetap menjadi asas kehidupan. Dengan demikian,
wajarlah jika akhlak telah tergeser dari kehidupan masyarakat Barat,
sama halnya dengan tergesernya nilai-nilai kerohanian. Bahkan menjadi
wajar pula bila kehidupan ini berjalan atas dasar persaingan,
permusuhan, baku hantam, dan penjajahan. Adanya krisis kerohanian dalam
diri manusia, keresahan yang kronis, serta kejahatan yang merajalela di
seluruh dunia merupakan bukti nyata dari dampak hadharah Barat. Sebab,
hadharah inilah yang kini berkuasa di seluruh dunia, dialah yang
menimbulkan berbagai dampak yang berbahaya dan membahayakan kelangsungan
hidup umat manusia.
Namun apabila kita mengamati hadharah Islam yang
pernah berkuasa di dunia sejak abad VI hingga akhir abad XVIII M, kita
dapati betapa hadharah ini belum pernah menjadi penjajah kerana memang
bukan tabiatnya untuk menjajah. Hadharah ini tidak membedakan antara
kaum muslimin dengan yang lainnya. Dengan demikian, keadilan terjamin
bagi seluruh bangsa yang pernah tunduk di bawahnya selama masa kekuasaan
Islam. Kerana hadharah ini berdiri atas dasar ruh yang berusaha
mewujudkan seluruh nilai-nilai kehidupan, baik itu nilai materi,
spiritual, moral, mahupun kemanusiaan; disamping menjadikan aqidah
sebagai titik perhatian dalam hidup ini. Kehidupan pun dipandang sebagai
kehidupan yang berjalan sesuai dengan perintah Allah dan larangannya.
Adapun kebahagian hidup adalah dengan meraih keridlaan Allah SWT.
Apabila hadharah Islam kembali berkuasa di dunia ini sebagaimana pada
masa sebelumnya, tentu hadharah ini akan mampu menangani berbagai krisis
yang melanda dunia dan akan mampu menjamin kesejahteraan bagi seluruh
umat manusia. [ ]
Cut & Paste dari: Kitab Nizhamul Islam, karya Imam Taqiyuddin an-Nabhani.
Related Article:
0 comments:
Posting Komentar