Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.
Umar bin Abdul Aziz adalah Sosok Khalifah (pemimpin dunia) yang mampu menghilangkan kemiskinan di negerinya. Bahkan petugas Baitul Maal (kas negara) kebingungan mencari orang-orang yang berhak menerima zakat. Semua rakyat telah hidup berkecukupan dan memiliki mental positif yang luar biasa sehingga malu bila harus menerima zakat atau dana bantuan lainnya. Ini adalah fakta sejarah yang tidak terbantahkan !
Umar bin Abdul Aziz dilantik menjadi Khalifah pada Shafar 99 H. Dalam jangka waktu 2 tahun lima bulan ia mampu membuat negara yang dipimpinnya mencapai kemakmuran dan kejayaan. Bisakah dengan sisa waktu dua tahun
Simaklah sekelumit sepak terjang yang pernah dilakukan oleh Umar bin Abdul Azis. Ternyata bagi sang Khalifah, ”Jabatan” tidak dijadikan sebagai sarana memperkaya diri. Bahkan, kekayaan Umar bin Abdul Aziz justru berkurang setelah dia menjabat sebagai khalifah. Di awal masa jabatan, kekayaannya mencapai 40.000 dinar (sekitar Rp 400 miliar, sekarang 1 dinar sudah hampir sama dengan Rp. 1 juta). Di akhir masa jabatan, kekayaannya justeru hanya 400 dinar (kurang lebih Rp 400 juta).
Kesederhaan Umar bin Abdul Aziz juga ditularkan kepada anak dan istrinya. Sang istri bernama Fatimah, seorang anak pejabat pemerintah. Sang belahan jiwa memiliki banyak perhiasan pemberian orang tuanya. Sesaat setelah dilantik dia berkata kepada istrinya "Pilihlah olehmu, kau kembalikan harta perhiasan itu ke Baitul Maal (kas negara) atau kau izinkan saya meninggalkanmu untuk selamanya". Sebagai istri yang solehah, Fathimah menjawab, "Saya lebih memilih engkau daripada harta dan perhiasan ini, bahkan jika lebih dari itu pun saya tetap memilih engkau." Pun, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para pejabat negara dan meminta harta kekayaan yang pernah diperoleh ketika menjabat untuk segera dikembalikan ke Baitul Maal. Walau ditentang, Umar bin Abdul Aziz tak bergeming, tanpa ragu ia meneruskan kebijakan menyita harta para pejabat.
Cara yang ditempuh Umar bin Abdul Aziz terbukti manjur. Para pejabat tak berani korup dan mereka layak dijadikan suri tauladan. Harta kekayaan tidak hanya beredar diantara orang kaya saja. Orang-orang miskin mendapat akses bantuan dan modal ke Baitul Maal. Tidak terjadi kezaliman penguasa terhadap rakyat. Kepercayaan dan dukungan masyarakat kepada pemerintah semakin menguat.
Kisah Umar bin Khattab berkaitan dengan kelahiran Umar bin Abul aziz
Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin Khattab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khattab.
Saat itu tengah malam di kota Madinah. Kebanyakan warga kota sudah tidur. Umar bin Khatab r.a. berjalan menyelusuri jalan-jalan di kota. Dia coba untuk tidak melewatkan satupun dari pengamatannya. Menjelang dini hari, pria ini lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Tanpa sengaja, terdengarlah olehnya percakapan antara ibu dan anak perempuannya dari dalam rumah dekat dia beristirahat.
“Nak, campurkanlah susu yang engkau perah tadi dengan air,” kata sang ibu.
“Jangan ibu. Amirul mukminin sudah membuat peraturan untuk tidak menjual susu yang dicampur air,” jawab sang anak.
“Tapi banyak orang melakukannya Nak, campurlah sedikit saja. Tho insyaallah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya,” kata sang ibu mencoba meyakinkan anaknya.
“Ibu, Amirul Mukminin mungkin tidak mengetahuinya. Tapi, Rab dari Amirul Mukminin pasti melihatnya,” tegas si anak menolak.
Mendengar percakapan ini, berurailah air mata pria ini. Karena subuh menjelang, bersegeralah dia ke masjid untuk memimpin shalat Subuh. Sesampai di rumah, dipanggilah anaknya untuk menghadap dan berkata, “Wahai Ashim putra Umar bin Khattab. Sesungguhnya tadi malam saya mendengar percakapan istimewa. Pergilah kamu ke rumah si fulan dan selidikilah keluarganya.”
Ashim bin Umar bin Khattab melaksanakan perintah ayahndanya yang tak lain memang Umar bin Khattab, Khalifah kedua yang bergelar Amirul Mukminin. Sekembalinya dari penyelidikan, dia menghadap ayahnya dan mendengar ayahnya berkata,
“Pergi dan temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya itu untuk menjadi isterimu. Aku lihat insyaallah ia akan memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu. Mudah-mudahan pula ia dapat memberi keturunan yang akan menjadi pemimpin bangsa.”
Begitulah, menikahlah Ashim bin Umar bin Khattab dengan anak gadis tersebut. Dari pernikahan ini, Umar bin Khattab dikaruniai cucu perempuan bernama Laila, yang nantinya dikenal dengan Ummi Ashim. Suatu malam setelah itu, Umar bermimpi. Dalam mimpinya dia melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda ini memimpin umat Islam seperti dia memimpin umat Islam. Mimpi ini diceritakan hanya kepada keluarganya saja. Saat Umar meninggal, cerita ini tetap terpendam di antara keluarganya.
Pada saat kakeknya Amirul Mukminin Umar bin Khattab terbunuh pada tahun 644 Masehi, Ummi Ashim turut menghadiri pemakamannya. Kemudian Ummi Ashim menjalani 12 tahun kekhalifahan Ustman bin Affan sampai terbunuh pada tahun 656 Maserhi. Setelah itu, Ummi Ashim juga ikut menyaksikan 5 tahun kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib r.a. Hingga akhirnya Muawiyah berkuasa dan mendirikan Dinasti Umayyah.
Saat itu, Ummi Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz adalah Gubernur Mesir di era khalifah Abdul Malik bin Marwan (685 - 705 M) yang merupakan kakaknya. Abdul Mallik bin Marwan adalah seorang shaleh, ahli fiqh dan tafsir, serta raja yang baik terlepas dari permasalahan ummat yang diwarisi oleh ayahnya (Marwan bin Hakam) saat itu.
Dari perkawinan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Beliau dilahirkan di Halawan, kampung yang terletak di Mesir, pada tahun 61 Hijrah. Umar kecil hidup dalam lingkungan istana dan mewah. Saat masih kecil Umar mendapat kecelakaan. Tanpa sengaja seekor kuda jantan menendangnya sehingga keningnya robek hingga tulang keningnya terlihat. Semua orang panik dan menangis, kecuali Abdul Aziz seketika tersentak dan tersenyum. Seraya mengobati luka Umar kecil, dia berujar,
“Bergembiralah engkau wahai Ummi Ashim. Mimpi Umar bin Khattab insyaallah terwujud, dialah anak dari keturunan Umayyah yang akan memperbaiki bangsa ini.“
Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu sejak beliau masih kecil. Beliau sentiasa berada di dalam majlis ilmu bersama-sama dengan orang-orang yang pakar di dalam bidang fikih dan juga ulama-ulama. Beliau telah menghafaz al-Quran sejak masih kecil. Merantau ke Madinah untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru dengan beberapa tokoh terkemuka spt Imam Malik b. Anas, Urwah b. Zubair, Abdullah b. Jaafar, Yusuf b. Abdullah dan sebagainya. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran dengan beberapa tokoh terkenal di Mesir
Kedekatan Umar dengan Sulaiman
Sulaiman bin Abdul-Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul-Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.
Suatu hari, Sulaiman mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah.
Sulaiman bertanya kepada Umar “Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?” dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih.
Namun jawab Umar, “Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya”.
Khalifah Sulaiman berkata lagi “Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?”
Balas Umar lagi, “Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia”.
Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.
Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Rajab bin Haiwah menasihati beliau, “Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?”. Jawab Khalifah Sulaiman, “Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz”.
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan dari kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, beliau memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbaiĆ¢€™ah dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.
. Dia naik tahta setelah Sulaiman bin Abdul Malik. Muhammad bin Ali bin Husain mengatakan tentang dirinya, “Kalian tahu bahwa setiap kaum memiliki orang yang yang menonjol? Yang menonjol dari Bani Umaiyah adalah Umar bin Abdul Aziz. Saat dibangkitkan di hari kiamat kelak, merupakan satu kelompok tersendiri.”
Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, Umar justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski Umar bukan berasal dari trah Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama menjabat gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan.
Dia dibaiat menjadi khalifah setelah wafatnya Sulaiman bin Abdul Malik, sedang dia tidak menyukainya., Maka di akhir hayatnya, Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya. Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar dilantik sebagai khalifah pada 717 M/99 H. Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun berkumpul di masjid menantikan pengganti khalifah. Penasihat kerajaan Raja’ bin Haiwah pun segera berdiri dan membacakan surat wasiat Khalifah Sulaiman.
‘’Bangunlah wahai Umar bin Abdul- Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini,’’ ungkap Raja’.
Umar pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit Setelah menyampaikan pujian kepada Alloh dan bersalawat kepada Nabi, dalam pidatonya dengan rendah hati berkata, “Wahai manusia! Saya telah diuji untuk mengemban tugas ini tanpa dimintai pendapat, permintaan dari saya, atau musyawarah kaum Muslimin. Maka sekarang ini saya membatalkan baiat yang kalian berikan kepada diri saya dan untuk selanjutnya pilihlah khalifah yang kalian suka!” Tetapi orang-orang yang hadir dengan serempak mengatakan, “Kami telah memilih engkau wahai Amirul Mukminin. Perintahlah kami dengan kebahagiaan dan keberkatan!” Setelah itu dia lalu menyuruh semua orang untuk bertakwa, untuk tidak menyukai dunia dan menyukai akhirat, kemudian berkata, “Wahai manusia! Barang siapa menaati Allah, wajib ditaati, siapa yang mendurhakai-Nya tidak boleh ditaati oleh seorangpun. Wahai manusia! Taatilah saya selama saya menaati Alloh dalam memerintamu dan jika saya mendurhakai-Nya tidak ada seorangpun yang boleh mentaati saya.” Lalu dia turun dari mimbar.
Percakapan antara dia dengan putranya setelah menjadi khalifah
Selepas diangkat menjadi khalifah, Umar yang kelelahan mengurus pemakaman Khalifah Sulaiman berniat untuk tidur Sesampainya di rumah, Umar pergi ke tempat tidur untuk istirahat. Tetapi belum sempat membaringkan badannya, putranya, Abdul Malik datang menghampirinya. Ketika itu berumur 17 tahun. Dia mengatakan, “Apa yang hendak engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?” “Oh putraku, aku hendak istirahat sebentar, dalam tubuhku tidak ada kekuatan lagi.” jawab Umar. Abdul Malik berkata lagi, “Apakah engkau istirahat sebelum mengembalikan hak yang dirampas dengan jalan curang kepada yang punya?” Umar menjawab, “Putraku, tadi malam saya bergadang untuk mengurus pamanmu, Sulaiman dan nanti waktu Zuhur saya akan salat bersama orang-orang dan insya Allah akan mengembalikan hak-hak yang diambil secara curang itu kepada yang punya.” Abdul Malik berkata lagi, “Siapa yang bisa menjamin dirimu akan hidup sampai Zuhur wahai Amirul Mukminin?” Serta merta Umar berdiri, lalu mencium dan merangkul anaknya, serta mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dari tulang rusukku seseorang yang menolongku dalam beragama.” Seketika itu juga dia memerintahkan untuk menyeru semua orang, bahwa barang siapa pernah dicurangi oranglain, agar melapor. Umar pun mengembalikan hak-hak yang dirampas dengan curang itu kepada yang punya.
Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Dihujung khutbahnya, beliau berkata Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas alQuran, aku bukan pembuat hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid,ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa disisi Allah Beliau kemudian duduk dan menangis “Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku” sambung Umar Ibn Abdul Aziz.
Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri Apa yang Amirul Mukminin tangiskan? Beliau mejawab Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah karena aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw Isterinya juga turut mengalir air mata.
Keadilannya
Umar pernah mengumpulkan sekolompok ahli fikih dan ulama dan mengatakan, “Saya mengumpulkan tuan-tuan ini untuk meminta pendapat mengenai hasil tindak curang yang berada pada keluargaku.” Mereka mengatakan, “Itu semua terjadi sebelum masa pemerintahanmu. Maka dosanya berada pada yang merampasnya.” Umar tidak puas dengan pendapat itu dan mengambil pendapat kelompok lain, di dalamnya termasuk putranya Abdul Malik yang mengatakan kepadanya, “Saya berpendapat, hasil-hasil itu harus dikembalikan kepada yang berhak, selama engkau mengetahuinya. Jika tidak dikembalikan engkau telah menjadi patner mereka yang merampasnya dengan curang.” Mendengar itu Umar puas dan langsung berdiri untuk mengembalikan hasil-hasil tindak kecurangan itu.
Tanpa ragu, Umar membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga Bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk meraup kekayaan, melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar.
Keluarga kerajaan , yang biasanya hidup mewah atas biaya rakyat, sudah tentu tidak suka dengan kebijkan Umar. Meraka protes atas pengembalian harta yang telah mereka kuasai kepada negara, atau kepada yang berhak, yang dahulu diambil secara paksa. Mereka juga protes , karena Umar memecat anggota keluarga Umaiyah yang terbukti tidak becus jadi aparat negara.
Dalam salah satu suratnya yang dialamatkan kepada Gubernur Kufah, Umar mendesaknya agar menghapus semua peraturan tidak adil, Ia menulis:
“Anda harus mengetahui, agama dapat terpelihara baik, jika terdapat keadilan dan kebajikan. jangan remehkan segala dosa: jangan coba mengurangi apa yang menjadi hak rakyat: jangan paksakan rakyat melakukan sesuatu di luar batas kemampuan mereka. Ambilah drai mereka apa yang dapat mereka berikan. Lakukan apa saja untuk memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Jangan menerima hadiah pada hari-hari besar…”
Dalam kisah lain diceritakan, Umar juga tampak kaget ketika menerima kabar bahwa salah satu putranya membeli permata yang mahal sekali, Umar pun segera menulis surat: “aku dengar kamu membeli sebutir permata seharga 1.000 dirham. Jika surat ini smapai, juallah cincin itu dan beri makanlah 1.000 orang miskin. Lalu buatlah cincin dari besi China, lalu tulis di situ: “Allah mengasihi orang yang tahu harga dirinya yang sebenarnya.”
suatu hari datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada beliau. Utusan itu sampai di depan pintu Umar bin Abdul Aziz dalam keadaan malam menjelang. Setelah mengetuk pintu seorang penjaga menyambutnya. Utusan itu pun mengatakan, ?Beritahu Amirul Mukminin bahwa yang datang adalah utusan gubernurnya.? Penjaga itu masuk untuk memberitahu Umar yang hampir saja berangkat tidur. Umar pun duduk dan berkata, ?Ijinkan dia masuk.?
Utusan itu masuk, dan Umar memerintahkan untuk menyalakan lilin yang besar. Umar bertanya kepada utusan tersebut tentang keadaan penduduk kota, dan kaum muslimin di sana, bagaimana perilaku gubernur, bagaimana harga-harga, bagaimana dengan anak-anak, orang-orang muhajirin dan anshar, para ibnu sabil, orang-orang miskin. Apakah hak mereka sudah ditunaikan?Apakah ada yang mengadukan?
Utusan itu pun menyampaikan segala yang diketahuinya tentang kota kepada Umar bin Abdul aziz. Tak ada sesuatu pun yang disembunyikannya.
Semua pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan itu. Ketika Semua pertanyaan Umar telah selesai dijawab semua, utusan itu balik bertanya kepada Umar.
?Ya Amirul Mukminin, bagaimana keadaanmu, dirimu, dan badanmu? Bagaimana keluargamu, seluruh pegawai dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu? Umar pun kemudian dengan serta merta meniup lilin tersebut dan berkata, ?Wahai pelayan, nyalakan lampunya!? Lalu dinyalakannlah sebuah lampu kecil yang hampir-hampir tidak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.
Umar melanjutkan perkataanya, ?Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan." Utusan itu bertanya tentang keadaannya. Umar memberitahukan tentang keadaan dirinya, anak-anaknya, istri, dan keluarganya.
Rupanya utusan itu sangat tertarik dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Umar, mematikan lilin. Dia bertanya, ?Ya Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan." Umar menimpali, ?Apa itu??
"Engkau mematikan lilin ketika aku menanyakan tentang keadaanmu dan keluargamu.?
Umar berkata, ?Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalakan demi kemaslahatan mereka. Begitu kamu memmebelokkan pembicaraan tentang keluarga dan keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin."
Subhanallah, benar-benar mengagumkan! Segitu besar kesungguhan Umar dalam menjaga harta kaum muslimin, berbeda dengan mayoritas penguasa yang kita saksikan.
Umar dikenal paling anti dengan hadiah. SUatu hari seseorang menghadiahkan sekeranjang apelke padanya. Umar menolaknya. Orang tersebut lalu memberikan contoh Nabi yang mau menerima hadiah., Nmaun kata Umar,” Tidak diragukan lagi, hadiah itu memang untuk Nabi. kalau diberikan kepadaku itu namanya suap.”
Saat Umar II terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata, ‘’Cuma itu saja pakaian yang dimiliki khalifah.’’ Hal itu begitu kontras dengan keadaan rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya.
Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya khalifah ditanya, ‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anakanakmu?’’ Khalifah balik bertanya, ”Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa.’’ Umar melanjutkan, ‘’Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurusnya.’’
Lalu khalifah segera memanggil buah hatinya, ‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka. Kedua, kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.’’
Umar berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkat, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun.
Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.’’ Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang”. Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan. ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya.’’
Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar bin Abdul Aziz . ‘’Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintah lagi. ‘’Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.’’
Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, ‘’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang.’’ Adakah pemimpin seperti itu saat ini?
Pembaruan di Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti Umayyah justru tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.
Di bidang fiskal, misalnya, Umar bin Abdul Aziz memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah mendongkrak simpati dari kalangan non-Muslim. Sejak kebijakan itu bergulir, orangorang non-Muslim pun berbondongbondong memeluk agama Islam.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi. Sumursumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damascus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan.
Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damscus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi berlangsung lancar.
Begitu dekatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz dihati rakyat membuat kondisi keamanan semakin kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap memberontak berubah menjadi lunak. Umar II tak menghadapi perbedaan dengan senjata dan perang, melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui diskusi.
Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata taat pada penguasa dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat dan umat, Umar bin Abdul Aziz melarang masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin Abi Thalib dalam khutbah atau pidato. Kebijakan itu mengundang simpati kaum Syiah.
Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya yang selalu menghujat imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan itu untuk menjauhkan rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah berhasil mendamaikan perseteruan antara Syiah dan Sunni - sesuatu yang boleh dibilang hampir mustahil tercapai.
Di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, Khalifah Umar juga mengubah kebijakan. Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu ternyata benarbenar jitu. Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari pemeluk agama lain. Secara sadar dan ikhlas mereka berbondong-bondong memilih Islam sebagai agama terbaik.
Saya tidak begitu heran melihat petapa yang meninggalkan kesenagan duniawi agar hanya dapat menyembah Tuhan. Tapi saya sungguh kagum menyaksikan seorang pemilik kesenangan duniawi yang tinggal meraih dari telapak kakinya, tapi ia malah menutup matanya rapat-rapat dan hidup di dalam kesalehan, Setelah Yesus, jika ada orang yang mampu menghidupkan kembali orang mati, dia itulah orangnya.”Itulah kira-kira komentar Raja Bizantium (Romawi Timur) dalam suasan duka saat menerima kabar wafatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada tahun 719 M.
Bisa jadi komentar tersebut terasa belebihan, apalagi jika diucapkan oleh seseorang yang baru ditinggal mati sahabatnya. Yang jelas, Umar hanya meninggalkan 17 dinar saat ia wafat. itu pun dengan wasiat agar sebagiannya digunakan untuk membayar sewa rumah tempatnya meninggal, dan sebagian lagi untuk membeli tanah pemakamannya. Umar wafat pada usia 36 di Darus SIman, dekat Hims.
Raja Sind amat terkagum-kagum dengan kebijakan itu. Ia pun mengucapkan dua kalimah syahadat dan diikuti rakyatnya. Masyarakat yang tetap menganut agama non-Islam tetap dilindungi namun dikenakan pajak yang tak memberatkan
Tercatat Raja Sriwijaya pernah 2 kali mengirimkan surat kepada kholifah Bani Umayyah. Yang pertama dikirim kepada Mu’awiyyah, dan yang ke-2 kepada ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh ‘Abd Rabbih (860-940) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi :
“Dari Rajadiraja…; yang adalah keturunan seribu raja … kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.”
Terdapat banyak riwayat dan athar para sahabat yang menceritakan tentang keluruhan budinya. Di antaranya ialah :
1) At-Tirmizi meriwayatkan bahwa Umar Al-Khatab telah berkata : “Dari anakku (zuriatku) akan lahir seorang lelaki yang menyerupainya dari segi keberaniannya dan akan memenuhkan dunia dengan keadilan”
2) Dari Zaid bin Aslam bahawa Anas bin Malik telah berkata : “Aku tidak pernah menjadi makmum di belakang imam selepas wafatnya Rasulullah SAW yang mana solat imam tersebut menyamai solat Rasulullah SAW melainkan daripada Umar bin Abdul Aziz dan beliau pada masa itu adalah Gabenor Madinah”
3) Al-Walid bin Muslim menceritakan bahawa seorang lelaki dari Khurasan telah berkata : “Aku telah beberapa kali mendengar suara datang dalam mimpiku yang berbunyi : “Jika seorang yang berani dari Bani Marwan dilantik menjadi Khalifah, maka berilah baiah kepadanya kerana dia adalah pemimpin yang adil”.” Lalu aku menanti-nanti sehinggalah Umar b. Abdul Aziz menjadi Khalifah, akupun mendapatkannya dan memberi baiah kepadanya”.
4) Qais bin Jabir berkata : “Perbandingan Umar b Abdul Aziz di sisi Bani Ummaiyyah seperti orang yang beriman di kalangan keluarga Firaun”
5) Hassan al-Qishab telah berkata :”Aku melihat serigala diternak bersama dengan sekumpulan kambing di zaman Khalifah Umar Ibnu Aziz”
6) Umar b Asid telah berkata :”Demi Allah, Umar Ibnu Aziz tidak meninggal dunia sehingga datang seorang lelaki dengan harta yang bertimbun dan lelaki tersebut berkata kepada orang ramai :”Ambillah hartaku ini sebanyak mana yang kamu mahu”. Tetapi tiada yang mahu menerimanya (kerana semua sudah kaya) dan sesungguhnya Umar telah menjadikan rakyatnya kaya-raya”
7) ‘Atha’ telah berkata : “Umar Abdul Aziz mengumpulkan para fuqaha’ setiap malam. Mereka saling ingat memperingati di antara satu sama lain tentang mati dan hari qiamat, kemudian mereka sama-sama menangis kerana takut kepada azab Allah seolah-olah ada jenayah di antara mereka.”
Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang menceritakan kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini. Kisah-kisah yang semakin kita ungkap semakin kita sedih akan kerinduan kita terhadap pemimpin sepertinya. Di tengah-tengah ramainya orang mempromosikan dirinya layak sebagai pengusa dan pemangku jabatan menjelang Pilpres nanti. Kebijakan Umar merupakan penegasan apa yang kita sebut sekarang dengan Good governace & clean government. Adakah dari sekian banyak orang yang memajang foto dirinya untuk dipilih sebagai pengusa memberikan impian dan mengobati kerinduan ini?
Nah, bila kita ingin pejabat pemerintah kebingungan mencari orang miskin di negeri ini seperti zamannya Umar bin Abdul Azis, angka korupsi pasti ”turun drastis”, sikap mental masyarakat menjadi positif. Maka sudah waktunya mencari sosok pemimpin dan pengambil keputusan seperti Umar bin Abdul Aziz. Sosok yang tunduk patuh hanya pada hukum Allah dan Rosul-Nya, bersih, tidak " kemaruk" (pengejar harta dan tahta) dan ”aji mumpung”, berpihak pada yang lemah, dan berani mengambil keputusan. Bila ternyata sosok seperti Umar bin Abdul Azis tidak ditemukan di zaman sekarang ini, jangan pernah terlalu berharap kepada Pemimpin kita, mulai dari Lurah, Camat, Bupati/Walikota, Gubernur sampai Presiden pun, rasanya tidak mungkin membawa ”perubahan” berarti, apalagi untuk mensejahterakan masyarakat. Hanya sistem ke”khilafah”an Islam-lah yang akan mampu melahirkan kembali sosok-sosok seperti ”Umar bin Abdul Azis”. Sistem ”Khilafah”, akan menerapkan Syariat Islam dalam berbagai aturan publik (termasuk ekonomi), dan terbukti mensejahterakan rakyat, baik muslim maupun non-Muslim. Bukankah Islam adalah ”Rahmatan Lil ’Alamin” ?
sampai beberapa hari setelah diangkat menjadi khalifah beliau dikabarkan tidak bisa tidur dengan tenang karena selalu mencucurkan airmata sambil berkata “ah, betapa berat ujian Allah kepadaku.” Beliau takut di akhirat akan mendapat tuntutan orang yang tidak dapat beliau lindungi dan sejahterakan pada saat beliau menjabat.
apakah ada pemimpin kita saat ini yang ‘takut’ dengan jabatannya seperti itu? atau malah bersyukur dan berpesta saat mendapat jabatan?
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan seorang pemimpin yang adil dan bijaksana shg bisa menjadi suri tauladan bagi para pemimpin di negeri ini, apa yg bisa kita petik dari kisah ini adalah bahwa kita senantiasa utk tidak saling zhalim thd sesama manusia menempatkan hak & kewajiban kita tanpa merampas hak orang lain. Dosa terhadap manusia lebih sulit diampuni Allah SWT krn terlebih dulu hrs mendapat maaf dari manusia yg pernah kita zhalimi, bagaimana kejahatan terhadap publik seperti korupsi, pemimpin yg membunuhi rakyat semaunya demi kepentingan politiknya dan mendustakan hukum Allah tentu diakhirat dia akan mengalami kebangkrutan akibat merampas hak org banyak. bayangkan apabila 1 juta orang menuntut satu persatu, tentu di persidangan Akhirat akan memakan waktu yg sangat panjang & nantinya akan menjalani qishas ribuan kali… seperti Firman Allah SWT yg berbunyi : Apakah engkau mengira orang yang mengurangi timbangan dalam perniagaan akan dibiarkan begitu saja, seolah mereka tidak akan dibangkitkan kembali pada hari yang akhir…..
segala puji bagi Alloh yang telah menciptakan umar bin Abdul Aziz manusia yang amat mulia ini, segala kelakuan dan akhlaknya sangat mulia, kapan negara kita ini mendapat pimpinan yang agung ini. semoga kita di hari kiamat nanti di bariskan bersama beliau. beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana dan luar biasa dalam menghadapi masalah.
Subhanallah!!! andaikan pemimpin kita sekarang seperti beliau, InsyaAlloh umat Islam akan mengulang kembali masa kebangkitannya. setiap didengungkan masa keemasan islam nama beliau tak pernah tertinggal, Ya Alloh jadikan pemimpin kami orang yang mampu meneladani kepemimpinan beliau
ya Allah sungguh hanya kepada engkaulah orang - orang mukmin bersujud dan mengadu akan kehidupan dunia yang membuat mereka kadang terlupakan akan kehidupan akhirat, maka ajarilah ilmu mu yang engkau berikan kepada ali bin abi tholib pada kami dan keberhasilan yang engkau berikan kepada umar ibn abdul aziz untuk kembali menegakan ajaran mu ya Allah…….. jadikanlah kami hamba yang berguna bagi tegaknya agama mu yang mulai runtuh sebagai mana sallahuddin al ayubi berusaha tetap menegakan ajaranmu di saat umat islam terpecah dan orang - orang kafir berkuasa …ya Allah kami muak hidup dalam naungan hukum buatan manusia maka tolonglah kami ya Allah dalam meneggakkan kembali Syariah mu dalam naungan daulah Khilafah islamiah amin ya roobal alamin
Related Article:
0 comments:
Posting Komentar