SDI yang asas-nya Islam ini, kemudian tahun 1912 berubah haluan menjadi Sarekat Islam (SI), sebuah organisasi sosial politik pertama di Indonesia, yang kemudian kita kenal dengan nama PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia) 1905. Pada tahun 1916, SI sudah memiliki 181 cabang di seluruh Indonesia, jauh dari ruang lingkup Boedoet yang hanya di Pulau Jawa. Pada tahun pertamanya, Boedoet bahkan hanya mempunyai anggota dari etnis Jawa priyayi saja. SI pada tahun 1919 menjadi gerakan massa yang beranggotakan dua juta orang, jauh diatas Boedoet yang di masa keemasannya di 1909 beranggotakan tak lebih dari 10.000 orang saja.
Fakta menunjukkan kebangkitan nasional hadir atas peran besar umat Islam, yang dirintis oleh kaum muda terdidiknya. Kita bisa melihat peran kaum muda terdidik itu diawali dari awal abad 20, ketika Jamiat Kheir pada 1901 dirintis dan resmi berdiri pada tahun 1905. Jamiat Kheir kemudian tercatat sebagai “kampus” moderen pertama di Indonesia sekaligus organisasi modern pertama di Indonesia, yang merupakan saham pertama bagi arus besar kebangkitan nasional. Kemudian berperan sebagai lokomotif yang terus bekerja aktif mengulurkan bantuan kepada setiap organisasi Islam di Indonesia yang in progress. Dari rahim organisasi ini lahirlah sejumlah tokoh pendiri organisasi Islam seperti KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah; dan H.O.S. Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam (SI); juga sejumlah ulama-ulama kharismatis yang kelak memprakarsai berdirinya Nahdhatul Ulama (NU)
Di berbagai media, di tengah kesulitan hidup yang kian melilit rakyat, di tengah kemiskinan yang kian menjadi, di tengah keputus-asaan rakyat banyak yang kian membuncah, di tengah himpitan kemelaratan, , memasuki bulan Mei 2009 bangsa ini kembali memperingati ‘Momentum Kebangkitan Nasional’. Hal ini tentunya dikaitkan dengan berdirinya organisasi Boedhi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908.
Jika salah satu syair dari Taufiq Ismail berjudul “Malu Aku Jadi Orang Indonesia’, maka sekarang ini judul syair tersebut bertambah relevan. Betapa memalukannya sebuah bangsa yang katanya besar ternyata masih saja salah menetapkan tonggak kebangkitannya sendiri. Dan parahnya, hal ini ternyata didukung oleh tokoh-tokoh dan partai Islam yang seharusnya menjadi agen pencerahan bangsa.
Misal salah satunya, sebuah partai politik Islam tahun lalu memasang sebuah iklan hitam putih seperempat halaman di sebuah harian ternama nasional. Dalam iklan tersebut, partai ini dengan tanpa malu memuat ‘Momentum 1 Abad Kebangkitan Nasional: Harapan Itu Masih Ada”. Disadari atau tidak, iklan ini telah ikut meracuni pemikiran generasi muda bangsa dengan ikut-ikutan latah menyiarkan kedustaan dan kesalahan yang fatal. Padahal partai ini kebanyakan diisi oleh orang-orang muda yang katanya intelek. Namun kenyataan yang terjadi sungguh memalukan!
Sayyid Quthb di dalam “Tafsir Baru Atas Realitas” (1996) menyatakan orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah, walau orang itu mungkin seorang ustadz bahkan profesor. Jangan sampai kita “Fa Innahu Minhum” (kita menjadi golongan mereka) terhadap kejahiliyahan.
Situs eramuslim.com sekurangnya sudah tiga kali memuat tentang organisasi Boedhi Oetomo (BO) dan memaparkan bahwa organisasi ini sama sekali tidak berhak dijadikan tongak kebangkitan nasional karena BO sama sekali tidak pernah mencita-citakan kemerdekaan, pro-penjajahan yang dilakukan Belanda, dan banyak tokohnya anggota aktif Freemasonry yang merupakan organisasi pendahulu dari Zionisme. Seharusnya, tonggak kebangkitan nasional disematkan pada momentum berdirinya organisasi Syarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam (SI) pada tahun 1905, tiga tahun sebelum BO.
Sebab itu, agar kita lagi-lagi tidak salah menganggap tahun 2009 ini sebagai Momentum Kebangkitan Nasional, maka kita akan bahas tuntas terkait hal tersebut, agar kebenaran tetaplah kebenaran, dan sama sekali tidak akan goyah walau dengan alasan politis sekali pun. Sejarah adalah History, bukan His-Story!
Penghinaan Terhadap Perjuangan Umat Islam
Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam. Karena organisasi Syarikat Islam (SI) yang lahir terlebih dahulu dari Boedhi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905, yang jelas-jelas bersifat militansi, menentang penjajah Belanda, dan mencita-citakan Indonesia merdeka, tidak dijadikan tonggak kebangkitan nasional.
Mengapa BO yang terang-terangan antek penjajah Belanda, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, anti-nasionalis, tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, dan anti-agama malah dianggap sebagai tonggak kebangkitan bangsa? Ini jelas kesalahan fatal.
“BO tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya, ” seperti yang di ungkap KH. Firdaus AN.salah seorang mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924
BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya.
Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, BO menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia. “Tidak pernah sekali pun rapat BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka ini hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda, memperbaiki nasib golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang dianggapnya sebagai batu sandungan bagi upaya mereka, ” papar KH. Firdaus AN.
Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. ” Inilah tujuan BO, bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.
Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ”
Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938.
Karena sifatnya yang tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda, maka tidak ada satu pun anggota BO yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Arah perjuangan BO yang sama sekali tidak berasas kebangsaan, melainkan chauvinism(kesukuan) sempit sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja telah mengecewakan dua tokoh besar BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya hengkang dari BO.
Bukan itu saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry(organisasi buatan zionis Israel). Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895.
Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.
Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo Kecewa dengan BO
Karena BO tidak pernah membahas kebangsaan dan kemerdekaan, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya ternyata anggota Freemasonry. Ini semua mengecewakan dua pendiri BO sendiri yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya akhirnya hengkang dari BO.
Tiga tahun sebelum BO dibentuk, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan Syarikat Islam (SI, awalnya Syarikat Dagang Islam, SDI) di Solo pada tanggal 16 Oktober 1905. “Ini merupakan organisasi Islam yang terpanjang dan tertua umurnya dari semua organisasi massa di tanah air Indonesia, ” kata KH. Firdaus AN.
Berbeda dengan BO yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura—juga hanya menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya pun hanya terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura—sifat SI lebih militansi. Keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas Islam. Sebab itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku seperti: Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.
Guna mengetahui perbandingan antara kedua organisasi tersebut—SI dan BO—maka mari kita paparkan perbandingan antara keduanya:
- SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya,
- BO bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura (Anggaran Dasar BO Pasal 2).
- SI bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia,
- BO besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura,
- SI berbahasa Indonesia, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia,
- BO berbahasa Belanda, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Belanda
- SI bersikap non-koperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda,
- BO bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda,
- SI membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya,
- BO bersikap anti Islam dan anti Arab (dibenarkna oleh sejarawan Hamid Algadrie dan Dr. Radjiman)
- SI memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantar bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan,
- BO tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah membubarkan diri tahun 1935 (sebelum kemerdekaan), sebab itu tidak mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan,
- Anggota SI berdesak-desakan dimasukan penjara, ditembak mati oleh Belanda, dan banyak anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat,
- Anggota BO tidak ada satu pun yang masuk penjara, apalagi ditembak dan dibuang ke Digul,
- SI bersifat kerakyatan dan kebangsaan,
- BO bersifat feodal dan keningratan,
- SI berjuang melawan arus penjajahan,
- BO menurutkan kemauan arus penjajahan,
- SI (SDI) lahir 3 tahun sebelum BO yakni 16 Oktober 1905,
- BO baru lahir pada 20 Mei 1908,
Hari Kebangkitan Nasional yang sejak tahun 1948 kadung diperingati setiap tanggal 20 Mei sepanjang tahun, seharusnya dihapus dan digantikan dengan tanggal 16 Oktober, hari berdirinya Syarikat Islam. Hari Kebangkitan Nasional Indonesia seharusnya diperingati tiap tanggal 16 Oktober, bukan 20 Mei. Tidak ada alasan apa pun yang masuk akal dan logis untuk menolak hal ini.
Jika kesalahan tersebut masih saja dilakukan, bahkan dilestarikan, maka kita khawatir bahwa jangan-jangan kesalahan tersebut disengaja. Saya juga khawatir, jangan-jangan kesengajaan tersebut dilakukan oleh para komprador barat di Indonesia yang sesungguhnya anti Islam dan a-historis.
Anehnya, hal ini sama sekali tidak dikritisi oleh tokoh-tokoh Islam kita. Bahkan secara menyedihkan ada sejumlah tokoh Islam dan para Ustadz selebritis yang ikut-ikutan merayakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei di berbagai event. Mereka ini sebenarnya telah melakukan sesuatu tanpa memahami esensi di balik hal yang dilakukannya. Rasulullah SAW telah mewajibkan umatnya untuk bersikap: “Ilmu qabla amal” (Ilmu sebelum mengamalkan), yang berarti umat Islam wajib mengetahui duduk-perkara sesuatu hal secara benar sebelum mengerjakannya.
Bahkan Sayyid Quthb di dalam karyanya “Tafsir Baru Atas Realitas” menyatakan orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah, walau orang itu mungkin seorang ustadz bahkan profesor. Jangan sampai kita “Fa Innahu Minhum” (kita menjadi golongan mereka) terhadap kejahiliyahan.
ya Allah sungguh hanya kepada engkaulah orang - orang mukmin bersujud dan mengadu akan kehidupan dunia yang membuat mereka kadang terlupakan akan kehidupan akhirat, maka berilah kami semangat memperjuangkan agama mu yang engkau berikan kepada Khalid bin walid pada kami dan keberhasilan yang engkau berikan kepada umar ibn abdul aziz untuk kembali menegakan ajaran mu ya Allah…….. jadikanlah kami hamba yang berguna bagi tegaknya agama mu yang mulai runtuh sebagai mana sallahuddin al ayubi berusaha tetap menegakan ajaranmu di saat umat islam terpecah dan orang - orang kafir berkuasa …ya Allah kami muak hidup dalam naungan hukum buatan manusia maka tolonglah kami ya Allah dalam meneggakkan kembali Syariah mu dalam naungan daulah Khilafah islamiah
Ya Allah…muliakanlah Islam dan kaum Muslimin, serta hinakanlah siapa saja yang memerangi Kami!! dan berikanlah pertolonganmu dalam perjuangan menegakan Daulah Khilafah amin ya roobal alamin…….
Related Article:
0 comments:
Posting Komentar